Beranda | Artikel
Keterikatan Antara Ilmu dan Dakwah
Sabtu, 26 Maret 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Taslim

Keterikatan Antara Ilmu dan Dakwah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Keutamaan dan Kemuliaan Ilmu. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. pada Kamis, 21 Sya’ban 1443 H / 24 Maret 2022 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Keterikatan Antara Ilmu dan Dakwah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Dan siapakah yang lebih baik ucapannya dibandingkan orang yang mengajak manusia ke jalan Allah dan dia mengamalkan amalan shalih serta dia mengatakan: ‘Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.`” (QS. Fussilat[41]: 33)

Ini pujian bagi orang yang menegakkan dakwah ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar. Bahwa dia adalah orang yang ucapannya paling baik bahkan tidak ada yang melebihi baiknya ucapannya. Makanya tugas ini senantiasa dilakukan oleh hamba-hamba Allah yang paling utama. Tentu di antaranya adalah para Nabi dan para Rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam.

Hasan Al-Bashri Rahimahullahu Ta’ala, imam besar Ahlus Sunnah dari kalangan Tabiin ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Dia adalah seorang beriman yang menjawab panggilan Allah untuk mengikuti petunjukNya. Setelah itu dia mengajak manusia kepada petunjuk Allah yang diikutinya. Dia juga mengamalkan amalan shalih dalam memenuhi panggilan Allah tersebut. Maka orang ini adalah wali Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Beliau menafsirkan yang namanya wali Allah adalah orang yang mengajak manusia ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bekal ilmu sehingga dia mengetahui bagaimana mengajak manusia sesuai dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.

Maka kedudukan dakwah (mengajak manusia ke jalan Allah) adalah seutama-utama kedudukan seorang hamba. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا

“Dan bahwasanya ketika hamba Allah (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) berdiri untuk berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hampir-hampir para jin itu berdesak-desakan untuk mengerumuninya.” (QS. Al-Jin[72]: 19)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Ajaklah manusia ke jalan Rabbmu dengan cara hikmah dan dengan nasihat yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang paling baik…” (QS. An-Nahl[16]: 125)

Jadi mengajak manusia ke jalan Allah adalah kedudukan yang paling tinggi dan paling agung. Makanya tadi sudah kita sebutkan bahwa yang menegakkan dan Allah berikan tugas untuk melaksanakan hal ini tentu adalah makhluk-makhlukNya yang paling utama, yaitu para Nabi dan para Rasul ‘Alaihimuss Shalatu was Salam, kemudian hamba-hamba yang dipilihNya seperti para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum, selanjutnya para ulama dari kalangan Tabiin dan seterusnya. Mereka senantiasa menegakkan  tugas ini ia untuk menempati kedudukan hamba yang paling tinggi.

Makanya Imam Abdullah bin Mubarak Al-Marwazi mengatakan:

لا أعلم بعد النبوة درجة أفضل من بث العلم

“Aku tidak mengetahui setelah tingkat kenabian derajat yang lebih tinggi dibandingkan kedudukannya orang-orang yang menyebarkan ilmu agama.”

Tahapan-tahapan berdakwah

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan tingkatan-tingkatan dakwah itu sesuai dengan tingkatan-tingkatan manusia. Oleh karena itu dalam berdakwah pasti dibutuhkan ilmu agama. Kita harus paham petunjuk Allah agar kita tahu cara menyampaikan dakwah dengan benar, agar kita benar-benar menyampaikan petunjuk Allah bukan menyampaikan keinginan kita sendiri.

Namanya juga الدعوة إلى الله (mengajak manusia ke jalan Allah) bukan kepada pemahaman kita sendiri atau hawa nafsu kita sendiri.

Tingkatan-tingkatan tersebut Allah sebutkan dalam firmanNya.

Pertama,

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ…

Serulah manusia ke jalan Allah dengan hikmah...”

Maka orang yang mau menerima ajakan dakwah, yang tidak menolak kebenaran, maka yang seperti ini diajak dengan cara hikmah. Yaitu dengan cara disampaikan dalil, disampaikan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan pemahaman yang benar. Langsung disampaikan kepadanya kebenaran karena dia adalah orang yang tunduk, mudah menerima kebenaran dan tidak menolaknya.

Kedua, ada golongan manusia yang didakwahi dengan:

الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

“Nasihat yang baik.”

Ini ditujukan kepada seorang yang asalnya menerima dakwah tapi masih ada kecenderungan lalainya atau lambat menerima, masih menunda-nunda untuk mengikuti kebaikan ini.

Orang seperti ini didakwahi dengan nasihat yang baik, yaitu dengan cara disampaikan perintah dan larangan Allah, digandengkan dengan adanya at-targhib wa at-tarhib. Disebutkan kabar gembira bagi orang yang taat kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga diingatkan tentang ancaman bagi orang yang menunda-nunda untuk melakukan kebaikan.

Jadi perlu agak tegas sedikit karena dia ada kecenderungan lalai, lambat dan tidak segera menerima dakwah.

Ketiga, debatlah mereka dengan cara yang paling baik. Ini adalah untuk orang yang mentang/menolak menerima kebenaran. Yang seperti ini didebat dengan cara yang baik.

Tentu saja orang yang melakukan perdebatan ini sendiri adalah orang yang mampu. Adapun kalau dia tidak mampu maka jangan dilakukan. Kalau dia mampunya hanya memberikan nasihat saja, kalau mendebat orang tadi malah khawatir terpengaruh, maka jangan dilakukan.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51571-keterikatan-antara-ilmu-dan-dakwah/